Lestarikan Kain Sasirangan Sebagai Warisan Budaya Lokal
Lestarikan Kain Sasirangan Sebagai Warisan Budaya Lokal

Sasirangan adalah kain khas Kalimantan Selatan yang merupakan kain adat suku Banjar. Sasirangan sendiri berasal dari kata ‘sirang’ yang berarti menjelujur. Motif-motif yang ada pada kain sasirangan dibuat dengan teknik jelujur.  Setiap motif pada kain sasirangan memilki filosofinya masing-masing. Biasanya motif pada kain sasirangan berasal dari benda-benda alam di Kalimantan Selatan.

Merujuk hikayat Banjar, kain sasirangan adalah warisan sakral abad ke-12. Pada saat itu Lambung Mangkurat menjadi patih Negara Dipa (cikal bakal Kesultanan Banjar). Lambung Mangkurat mengadakan pernjanjian pernikahan dengan seorang wanita yang bernama Putri Junjung Buih. Salah satu syarat yang diberikan Putri Junjung Buih adalah sehelai kain sasirangan berwarna kuning. Kain tersebut kemudian digunakannya saat melangsungkan pernikahan dengan Lambung Mangkurat. 

Pada masyarakat Banjar, kain sasirangan dikenal untuk ‘betatamba’ yang berarti pengobatan berbagai macam penyakit. Setiap motif dan warna pada kain sasirangan memiliki kegunaan masing-masing dalam penyembuhan suatu penyakit. Misalnya, kain sasirangan berwarna kuning dengan pinggiran hijau dan bermotif ketupat dianggap sebagai penyembuh utama. Selain untuk pengobatan, kain sasirangan juga biasa digunakan untuk acara-acara adat.

Pada awalnya, kain sasirangan dibuat dengan sangat terbatas. Kain sasirangan dibuat berdasarkan permintaan sesuai dengan kebutuhan pemesannya. Sehingga masyarakat Banjar juga mengenalnya dengan kain ‘pamintaan’ yang berarti permintaan. Pembuatannyapun melalui ritual-ritual khusus yang diwariskan secara turun-temurun.

Seiring perkembangan zaman, sakralitas dan nilai-nilai magis yang ada pada kain sasirangan juga turut memudar. Mulanya bahan dasar kain sasirangan menggunakan benang kapas dan serat kayu. Seiring dengan perkembangan teknologi, bahan-bahan yang digunakanpun kian variatif seperti katun, satin, sutera dan lain-lain. Demikian juga dengan pewarna yang awalnya menggunakan bahan alami seperti temulawak, kunyit, buah mengkudu dan lain-lain. Saat ini lebih banyak menggunakan pewarna sintetis.

Diluar daerah, kain sasirangan banyak dikenal dengan ‘batik Kalimantan’ atau ‘batik Banjar’, padahal kain sasirangan jelas berbeda dengan kain batik Jawa yang dibuat menggunakan canting. Kain sasirangan dibuat dengan cara dijelujur.

Sebenarnya, tidak hanya orang-orang luar daerah, masyarakat Kalimantan Selatan sendiri sering menyamakan kain sasirangan dengan kain batik Jawa. Hal tersebut merupakan bentuk asimilasi budaya Jawa terhadap warisan budaya Kalimantan Selatan. Padahal kain sasirangan merupakan ikon Kalimantan Selatan yang dapat bersaing di kancah nasional bahkan internasional. Pada dasarnya, kain sasirangan merupakan warisan budaya khas Kalimantan Selatan yang perlu dilestarikan dan diteguhkan posisinya ditengah kontestasi budaya dan arus globalisasi.

Dewasa ini, kain sasirangan biasa digunakan oleh siapapun. Baik oleh rakyat biasa maupun kalangan bangsawan. Baik untuk acara-acara formal maupun pakaian sehari-hari. Kain sasirangan semakin popular digunakan oleh masyarakat Kalimantan Selatan. Bahkan menjadi pakaian resmi Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga pelajar.

Hal ini mendorong permintaan terhadap kain sasirangan kian tinggi. Kain sasirangan saat ini bisa menjadi bisnis yang menjanjikan. Permintaan yang tinggi tersebut melahirkan banyak industri rumahan kain sasirangan.

Tren perkembangan kain sasirangan saat ini mendapat perhatian khusus oleh Sebuku Coal Group, salah satu perusahaan tambang di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Bagi Sebuku Coal Group, kain sasirangan adalah salah satu warisan budaya yang harus dilestarikan dan juga dapat dikembangkan. Salah satu cara yang digunakan Sebuku Coal Group untuk melakukan itu adalah menyelenggarakan pelatihan pembuatan sasirangan untuk masyarakat.

Pelatihan pembuatan sasirangan bertujuan melestarikan kain sasirangan sebagai warisan budaya sekaligus memperkuat identitas budaya Kalimantan Selatan.  Kain sasirangan harus bisa menjadi ikon kebanggaan Kalimantan Selatan yang benar-benar khas dan autentik. Bukan kain yang secara umum diinterpretasikan sebagai ‘batik Jawa’. 

Disamping itu, pelatihan pembuatan kain sasirangan dapat menjadi sarana pengembangan ekonomi masyarakat disekitar wilayah beroperasinya Sebuku Coal Group. Pelatihan pembuatan kain sasirangan dari Sebuku Coal Group untuk masyarakat juga memasukkan elemen ikan todak sebagai ikon khas Kabupaten Kotabaru.

Melalui pelatihan tersebut harapannya dapat melahirkan masyarakat yang mandiri. Selain itu, juga dapat menjadi instrumen pelestarian budaya Kalimantan Selatan dan Kabupaten Kotabaru tanpa menghilangkan unsur-unsur keaslian dari masing-masing budayanya. (Amar, 2021) 



Tulis Komentar

(Not showing in this page)